MPI Academia -- Setiap manusia lahir dengan membawa potensi yang unik. Potensi itu ibarat benih yang dititipkan oleh Allah SWT di dalam diri setiap insan, menunggu disirami dengan ilmu, pengalaman, dan kesungguhan untuk tumbuh. Namun, dapatkah potensi itu dinilai dengan angka, harta, atau kedudukan? Sesungguhnya, nilai potensi manusia tidak pernah bisa diukur secara lahiriah, karena ia bersumber dari fitrah yang Allah tetapkan. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS. At-Tin: 4). Ayat ini menegaskan bahwa manusia memiliki kemuliaan yang tidak bisa dibandingkan dengan makhluk lain.
Rasulullah SAW juga menyinggung keistimewaan potensi manusia dalam haditsnya, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits ini menunjukkan bahwa setiap manusia memiliki bekal fitrah yang sama, tetapi lingkungan, pendidikan, dan pengalaman hiduplah yang membentuk arah berkembangnya potensi itu. Nilai potensi seseorang bukan terletak pada seberapa besar ia dikenal atau dihargai dunia, melainkan bagaimana ia memanfaatkan anugerah itu untuk kebaikan.
Dalam kehidupan nyata, banyak orang sederhana yang mungkin tidak pernah terkenal. Namun, kehadirannya membawa perubahan dan manfaat bagi sekitarnya bahkan untuk ummat dan bangsa. Potensi manusia adalah cahaya yang bisa menyinari kehidupan. Ukurangannya bukanlah materi atau pujian, melainkan amal shaleh dan kebermanfaatan. Allah SWT menilai manusia bukan dari rupa atau hartanya, melainkan dari hati dan amalnya. Oleh karena itu, potensi yang dimiliki setiap insan sejatinya adalah amanah dan peluang untuk meraih ridha-Nya, bukan sekadar sesuatu yang bisa dinilai dengan ukuran duniawi. (MPIAcademia/2025/09/27)